Jumat, 03 April 2015

When I saw the beauty of the world , with a glasses

Okeeyy. ..Ngeblog lagi nih. Btw, aku ngangenin nggak?? #NggakPentingAbiss #JustShare

Cerita sedikitlah tentang benda yang aku bawa kemana-mana ini. Sebagian dari kita memiliki benda berharga, di mana tanpa benda itu, kita merasa tidak nyaman dan mungkin merasa terancam. Seseorang tanpa jam tangannya, meskipun mereka sudah membawa sebuah ponsel, mereka tetap akan merasa lebih nyaman ketika ada yang menggenggam di pergelagan tangannya, kasian, hanya jam yang menggenggam tanganya. #bodoamat.

Wanita dengan tas Mulberry-nya, yang setiap kali di bawa kemana-mana, meskipun itu KW hanya berkunjung di rumah keluarga, mereka tetap akan merasa nyaman menenteng tas yang hanya berisi ponsel dan secarik tisu.

Begitu juga dengan kami, para pengguna kacamata. Mungkin sebagian dari mereka, kacamata hanyalah sebuah aksesoris yang patut untuk di banggakan, tapi bagi kami para pengguna kacamata, kacamata adalah suatu hal yang awalnya menyakitkan, sebuah paksaan yang menjadi kebiasaan. Dan tanpa kacamata, kami akan merasa terancam.

                                                     Kacamata + Buku = Saatnya membaca ceritaku   

Begini ceritanya.. ..
Semenjak SMP,  aku udah ngerasa mataku ini bermasalah, dari kejauhan beberapa kali aku salah menuliskan kata-kata di buku catatan, dan akhirnya lebih memilih nyontek temen sebelah sekalian nyontek jawaban. #Teknik

Waktu itu smp kelas 7, pelajaran matematika aku duduk disamping temenku yang lumayan pinter namanya Adi. Bisa dibilang Adi ini pinter, baik dan agak kampret. Meskipun kita duduk sebangku, pertemanan kita menimbulkan perselisihan. Diantara kita, selalu ingin menjadi yang terbaik, untuk mendapatkan nilai bagus. Padahal, pada kenyataannya untuk masalah pelajaran dia jelas-jelas berada diatasku, misal dia rangking 4, aku rangking.. .... berapa ya lupa. #males nyebutin

Sampai suatu ketika, waktu aku nyatet yang ada dipapan tulis, entah kenapa, mataku yang awal-awalnya mempunyai kejernihan lebih dari camera 360, menjadi kamera 1.3 pixel dengan sedikit ngeblur waktu melihat wajah Adi. Di posisi seperti itu, Adi jelas bakalan songong banget buat di contekin, ditambah, aku di balut rasa gengsi untuk tanya ke Adi. Beberapa kali yang aku tulis itu miss, beda sama yang di papan. Aku tetep berusaha fokus, sesekali kali penaku bergetar, keringat dinginku mulai keluar, karena di waktu itu, Guru matematikaku adalah Budeku sendiri. Beliau berjalan mengarah ke bangku, melihat catatan yang lagi aku tulis. Dan dengan nada pelan dia berkata.
"Hlo, itu 34 fii, buka 84."
"Ohh. ..iya ding, salah. huft"
"Ini juga, phytagoras, sisi bawahnya kan 9, tingginya 12, sisi miringnya masak 16?"
"Ohh iya iya."
Di sebelah, Adi begitu bahagia.

Semenjak itulah aku mulai mengibarkan bendera putih ke perselisihanku dengan si Kampret Adi, biar aku bisa nyontek, dengan imbalan nganterin dia download game The sims di Matahari, boncengan naik sepeda buntutku. Udah, itu aja yang aku inget. #AdiMemorian

Tapi aku tetep enggak peduli, aku menikmati hari-hariku seperti biasa, ngegodain cewek di depan kelas, ngobrol-ngobrol sama tukang foto copy, nongkrong bareng anak-anak di kantin, setelah mau bayar bilang dengan gaya sok akrab ke ibu kantinnya.
"Bu, biasa bu." padahal jajannya selalu ganti-ganti.
Sontak ibu kantin pun menjawab.
"Ha??" Ibunya bingung

Kalian percaya??? sesungguhnya, dikala SMP aku adalah laki-laki pendiem yang cupu abisss.

Okee lanjut. Enggak Usah dibahas.

Aku sembunyiin masalah ini dari orang tua, dari semuanya, cukup aku dan Semesta yang tau. #Laki-lakiSejati

Tapi apa daya, aku tak kuasa menahan beban ini. Sampai suatu saat, di pertengahan kelas 1 SMK aku menyerah, dan menceritakan semuanya.
"Pa. ..nanti malem periksa mata ya pa, agak enggak enakan."
"Okeey. .." Ucap Bapak. #kerenAbiss
Malemnya aku cek di Optik deket rumah, dan aku terdiagnosa mines 1.5. AkuSakitHati
Dengan adanya diagnosa itu, seakan-akan mimpiku yang aku jaga semenjak SD gugur dengan sendirinya, aku merasa menjadi laki-laki yang enggak keren lagi.
Malam itu, penyesalan dan pertanyaan-pertanyaan pun membayangiku.
" LHAHHH. ..Nggak bisa jadi pemain sepak bola nih."
"Artis yang mines ada nggak sihh??"
"Misal disekolah besok dikatain cupu gimana??"

Disisi lain, jelas enggak cuman aku yang kecewa, tapi juga orang tua.
"Kan udah dibilangin, kalo nonton TV jangan deket-deket. Jangan banyak mainan komputer, Hp."
"Perbanyak konsumsi wortel." tambahnya
Dan kemudian waktu kuliah aku mengambil jurusan Gizi. Sumpah, bukan ini alasanku mengambil jurusan itu.
                                                                      
Pertama kali aku gunain kacamata, aku ngira pakai kacamata bakalan menurunkan pesonaku di depan para wanita. Tapi asal kalian tau teman-teman, pesona kalian akan di tentukan bentuk dari kacamata itu sendiri. Inget banget, waktu pertama makai kacamata di SMK dulu, waktu pelajaran B.inggris. Waktu itu aku gunain kacamata cuman di waktu pelajaran, dan mungkin aku menggunakan  pada waktu pelajaran yang kurang tepat. Guruku, Pak Tian sedang menerangkan tentang apa lupa, aku menengok sekitarku.

"Apakah ini waktunya aku menggunakan kacamata??" kataku dalam hati.
"Gunakan sekarang !! jangan sia-siakan apa yang sudah dibelikan orangtuamu !!" jawabku dalam hati
Aku buka wadah kacamata itu perlahan, wadahnya begitu elegant, dimana jika kita menutupnya, otomatis wadah itu tertutup dengan suara yang lumayan "TAK !!". Tapi bukan itu yang menarik perhatian, semua itu bersumber pada siJohn. SiJohn yang duduk di sebelahku langsung histeris waktu aku gunain kacamata. 
"Wahh. ..kacamataan bro??haha"
Sontak Pak Tian melihat kearahku, dan ikut menghakimiku secara membabi buta.
"Nganggo kacamata le??" Senyum pak Tian di depan kelas
"Iyo keles." Jawabku dalam hati

Pada akhirnya, Satu kelas melihat kearahku dengan riuh tawa terpesona, bukan karena aku keren, tapi mereka penasaran bagaimana bentukku ketika menggunakan kacamata. Yahhh. .. Kurang lebihnya begitu kejadiannya. #Pedih

                                                                                                ***

Beberapa kacamata yang pernah menjadi mediaku untuk membantu melihat jelas dunia, membuat pamorku meningkat satu derajat, tergantung frame yang kita pakai. Karena aku orangnya agak tledor, kacamata yang aku pakai tidak bisa begitu bertahan lama, ada yang patah, tersakiti karena aku mulai bosan dengannya, ada juga yang hilang karena aku berusaha mencari yang lain. Tsahh. Berikut beberapa kacamata yang sempat membantuku dalam melihat indahnya dunia.

                                                                dr.Raafi* kayak profesor.

Nahh, itu kaca mata pertamaku. Framenya tipis, kacanya bukan kaca tapi mika. Yahhh. ..lebih tepatnya MikaMata. #lhohh #GaringAbiss. Kacamata kayak gitu biasa digunain sama orang yang serius, pinter dan emang niat pakai kacamata, jarang dilepas-lepas. Mengingat kepribadianku yang tidak seperti itu, awal kuliah semester satu aku ganti kacamata aksesoris yang di Mall harga 50rban. 

Aku berganti frame enggak cuman karena pengen ganti, tapi, aku ngerasa kacamata yang cuman aku pakai di waktu pelajaran ini udah ngerasa enggak nyaman, akhirnya, aku memutuskan untuk ngecek mata lagi dannn. ..jadi mines 2.5. Panik Abisss.

"Astaga !! serius mbak mines 2.5 ??"
"Iya mas, lha dulunya berapa ??"
"1.5, tapi jarang dipakai."
"Nah itu mas, jarang dipakai sih."
"Tapi masak 2.5 sih mbak?? cek lagi !!" pintaku
Kita cek lagi.
"Lebih nyaman yang mana??" tanyanya
"Emm. ..yang ini mbak"
"Iya itu 2.5 untuk yang kiri, 2.75 untuk yang kanan."
"Hahh?? 2.5 sama 2.75??" jawabku nggak terima
"Satu lagi mbak, plis cek lagi !!" pintaku
"Btw. Nomer Hp mbak berapa??" pertanyaan yang tidak berani aku tanyakan.
Itulah pengalamanku waktu aku terfonis mines 2.5 mata kiri dan 2.75 mata kanan (atau sebaliknya), sungguh aku tak bisa menerimanya, mbak-mbaknya pun juga bingung karena harus cek berkali-kali, untungnya dia benar-benar tau perasaanku. 
Dan jadilah aku seperti ini :

                                                               Kayak penonton bayaran

Kacamata keduaku, framenya tebel, dengan kombinasi warna yang lumayan mencolok 'Hitam-putih'. Kacamata kayak gitu biasa digunain hanya untuk aksesoris, dengan penampilan baju ala hiphop, celana pensil ketat, dan sepatu model skate, ohh iya, biasanya ditambah lagi pakai topi yang diseret kebelakang. Tren apalah itu, pokoknya gitulah.

Seperti yang kita ketahui, dibalik harganya yang mahal, tersimpan bahan yang berkualitas, begitupun sebaliknya. Kacamata aksesoris yang aku beli di Mall-mall hanya bertahan sebentar. Kemudian, aku membeli kembali kacamata di optik. Sedikit lebih ngerti fashion dengan bantuan kakak sepupuku 'Mas Rian', aku pilih kacamata dengan model yang lebih santai dan enggak terlalu mencolok kalo diliatin.

                                                                    *Man With Glasses

Tapi, lagi-lagi kacamata itu rusak, scrub penghubung frame tidak lagi menyatu karena sudah tidak ada kepercayaan lagi diantara kami.tsahh Sempat aku beli kacamata yang ada di Mall lagi, tapi tetap tidak bertahan begitu lama.

                                            *Temenku Gandhi lebih seneng model frame tipis

                                                       *Salah satu kaca mata kesayangan

Namanya Uglos, dia tahan banting, enggak mudah patah dan enggak cemburuan, tapi sayang dia ilang, dia ilang di tempat wisata. Entah dimana keberadaanya sekarang, semoga dia enggak dipakai orang buat liat yang enggak-enggak.
Next, kacamataku saat ini yang aku pakai, namanya Ugyy. Ugyy ini punya keunikan, yaitu dapat liat tembus pandang. Whaha #bercanda. Ugyy agak ngeselin, sering mau jatoh kalo lagi keringetan, tapi bersamanya aku lebih berani menatap dunia. keren. 

                                                             Setengah aja udah ganteng                                                                                                                                
Sebenarnya sampai saat ini aku masih suka lepas-lepas kacamata. Tapi, untuk frekuensi pemakaiannya udah agak mendingan, yang dulunya dipakai cuman buat pelajaran, sekarang kacamata aku lepas waktu bener-bener enggak diperluin.  

Sering kali aku melepas kacamata, berjalan, dan di sapa, tapi terkadang aku tak mempedulikannya. Bukan karena sombong teman, tapi karena 'enggak ngerti'. Pernah juga, waktu di kampus temenku negor, di saat itu dia lagi duduk bareng temennya cewek, karena aku enggak pakai kacamata aku noleh tapi tatapanku lebih mengarah ke ceweknya, dan dengan percaya diri aku memberinya sebuah senyuman.
"Bhahaha. ..Aku yang negor woii." ucap temenku, Awang.
"Ha??" hehe. . sorry soryy enggak pakai kacamata."
Mungkin, wanita itu tidak akan melupakan senyumanku.#Pret

Bagi kalian tak berkacamata seharusnya bersyukur, betapa nikmatnya melihat dunia tanpa sebuah bantuan media. Bahkan, aku lupa, lupa bagaimana rasanya melihat dengan jelas dunia tanpa menggunakan sebuah kacamata. Betapa nikmatnya karunia yang diberikan secara cuma-cuma. Betapa nikmatnya melihat orang yang kita cintai dan dia membalas dengan kedipan mata. #Ha??

See youu ... . :)

1 komentar: